Selasa, 22 November 2011

Kak, Ini Tanpa Edit

"Aku ingin menyentuhmu, tidak hanya dengan doa tapi dengan tanganku sendiri, dengan jemariku sendiri."


Waktu menunjukan pukul 03:03, ketika wanita normal lainnya telah terpejam memeluk guling dan dibalut selimut. Mas, kau selalu tahu 'kan bahwa aku bukan wanita normal? Aku selalu melakukan hal-hal yang tidak lazim dilakukan seorang wanita. Tidur terlalu malam, berfantasi terlalu dalam. Mataku masih terbuka lebar, mendengar suara seorang wanita yang sejak tadi menggelitik telingaku, judul lagunya I Think I Love You, OST Full House (Korea). 

Aku mulai membuka inbox emailku, mengarahkan kursornya menuju email-email lamamu. Masih tersimpan runtut disana, sesuatu yang mungkin telah kau hapus dari kotak terkirim emailmu. Aku mulai membuka dan membacanya satu-persatu. Cerita lugumu, keluhanmu, pujianmu, candaanmu, amarahmu, tertulis jelas disana. 

Kau bercerita tentang ibu, kedua adikmu, tentang bapak, tentang kegiatanmu di kampus, tentang prestasimu di kelas, tentang caramu berbagi dengan orang lain, tentang temanmu di kelas, tentang sepedamu, tentang gerejamu, tentang orang-orang yang membuatmu bingung untuk melakukan apapun, dan tentang caramu yang langka dalam mengungapkan rindu. Dalam tulisan itu bahkan kau tak menggunakan kata "sayang" sekalipun. Tapi, entah mengapa tulisan yang cukup lama terpendam di inbox emailku benar-benar menyuruhku untuk kembali menyediakan tempat kosong di otakku agar diisi olehmu. Dan, perlahan-lahan kenangan itu mulai bekerja, bereaksi dengan dengung suara tawa dan tangismu. Kita pernah tertawa dan menangis bersama, Kak. Aku tidak pernah lupa. 

Membaca tulisanmu kali ini benar-benar membuat mataku bengkak, membuat nafasku sesak, memaksa air mata tergolek lemas di pipiku. Kak, mungkin kamu tidak merasakan hal yang sama, karena kutahu kau sudah terlalu sibuk dengan kegiatan yang kau jalani sehari-hari. Kau tak punya waktu untuk sekedar memikirkan cinta dan perasaan rindu seseorang yang menyediakan air matanya hanya untukmu. Aku tahu, Kak. Jika kau ingin kembali menegaskan bahwa status kita HANYA TEMAN, kali ini kau tak perlu membentakku dan mengulang kata HANYA TEMAN itu. Perlahan-lahan aku mengerti apa yang kau simpan di otakmu. 

Kak, kali ini aku tak akan mengatakan rindu, aku tak akan mengatakan kangen. Karena aku tak pernah menemukan cara yang tepat untuk menyatakan dan mengungkapkan itu. Aku hanya ingin mengatakan satu hal yang mungkin tak pernah kau anggap serius. Aku ingin mendengar suara tawamu yang dilapisi dengan suara bass-mu. Beri aku kesempatan untuk tahu kabarmu, bahwa selama beberapa bulan kita tak saling memberi kabar, kau tetap berada dalam keadaan baik-baik saja. 

Kak, apakah kau masih memikirkan tentang perjumpaan nyata? Apakah kau ingin menjadikanku sebagai sosok nyata yang bisa kau lihat, kau genggam, dan kau peluk? Aku sangat ingin kau berlari menuju dunia nyataku, setelah setahun ini kau bersembunyi di balik dunia maya itu. Untuk perjumpaan nyata itu, masih kudoakan setiap hari. Bayangkan, Kak. Aku sudah meminta pada Tuhan agar DIA menyusun rencana indahNYA, agar aku bisa menemuimu, agar aku bisa menatap matamu lekat dalam jarak dekat. Aku akan menemuimu, Kak. Aku akan menjadikanmu nyata. Di dalam waktu yang telah Tuhan simpan di rencana indahnya, disana pasti ada saat-saat aku memelukmu. Aku ingin menyentuhmu, tidak hanya dengan doa tapi dengan tanganku sendiri, dengan jemariku sendiri.

2 komentar:

  1. debora : ooooooh gitu yah dekk
    cukup tau aja yah hahahah :D
    awas yah centil" kamunya aku jitak
    jgn main cubit"an mulu yah wkwkwkwk :p

    BalasHapus
  2. Debora : yeee apaan siiihh ye siapa juga yang centil,kamu nya kan yang ngajarin aku duluan :P

    BalasHapus